Warna merupakan salah satu daya tarik suatu barang, apalagi dalam hal tekstil. Zat warna adalah bahan yang digunakan
untuk memberi warna dan atau memperbaiki warna bahan.
1.
Zat Pewarna Alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada
umumnya dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan.
2.
Zat Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan
reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang
merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena
dan antrasena. (Isminingsih,1978).
Pada awalnya proses
pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam. Namun, seiring kemajuan teknologi
dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah
penggunaan zat warna alam. Keunggulan zat warna sintetis adalah lebih mudah
diperoleh, ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam macam, dan lebih
praktis dalam penggunaannya. IRONIS memang, ketika perajin menghasilkan karya
seni yang dihargai banyak orang di berbagai belahan dunia, pada saat yang sama
mereka mencemari lingkungan yang mereka tempati. Karena, para perajin umumnya
menggunakan pewarna sintetis yang merusak lingkungan. Meskipun dewasa ini
penggunaan zat warna alam telah tergeser oleh keberadaan zat warna sintesis
namun penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan budaya warisan nenek
moyang masih tetap dijaga keberadaannya khususnya pada proses pembatikan dan
perancangan busana. Kini pewarna alam kembali diminati dan berkembang
dikalangan pembuat batik walaupun lebih rumit pembuatannya. Alasan utamanya
adalah pewarna alam lebih ramah lingkungan dan otomatis hasil warnanya lebih
natural..lebih sejuk dipandang mata. Rancangan busana maupun kain batik yang
menggunakan zat warna alam memiliki nilai
jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah
lingkungan sehingga berkesan etnik
dan eksklusif.
Menurut Andayani , ( 2006
) keunggulan dari kain tenun yang menggunakan pewarna alam adalah kain tersebut
akan kontras dipandang, terasa sejuk, dan menyehatkan kornea mata. Selain itu
warna-warna yang dihasilkan dari proses pewarnaan alami cendrung menampilkan
kesan luwes, lembut dan tidak akan menghasilkan nada warna yang sama persis
meski menggunakan resep yang sama. Penggunaan pewarna alam pada kain tenun mempunyai nilai lebih
tinggi dari pada yang memakai pewarna sintetis, sebab pewarna alam akan
menghasilkan warna-warna elegan, bercitrarasa tinggi dan mengurangi pencemaran
lingkungan. Pemakian zat warna alam di beberapa negara masih diyakini lebih
aman dari pada zat warna sintetis karena sifatnya yang non karsinogen,
teknologi pembuatan dan penggunaan yang relatif sederhana. Hal ini sangat cocok
untuk industri kecil dan menengah yang pada saat ini sedang digalakkan pemerintah
untuk menunjang komoditi eksport. Pengembangan zat warna alam bagi Indonesia
yang merupakan daerah tropis sangat potensial karena kaya akan jenis
tumbuh-tumbuhan yang dapat menghasilkan zat warna. Dalam proses produksi dan pengguaan
zat warna alam, bersih dan ramah lingkungan. Menurut Hakim dkk. ( 1999 )
menghadapi abad ke 21, merupakan abad
yang berorentasi lingkungan, adanya kekewatiran akan dampak lingkungan
dari zat warna sintetik yang non
degradable dan kadangkala menganggu
kesehatan, maka keadaan ini diperkirakan akan membangkitkan kembali citra zat
warna alam. Oleh karena itu berbagai tumbuh-tumbuhan yang mampu
menghasilkan zat warna akan mempunyai
prospek yang baik.
Indonesia merupakan negara
dengan keanekaragaman hayati yang tinggi dimana di dalamnya terdapat berbagai
jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna. Dalam modul ini akan
dijelaskan teknik eksplorasi zat warna alam dari tanaman di sekitar kita
sebagai upaya pemanfaatan kekayaan sumber daya alam yang melimpah sebagai salah
satu upaya pelestarian budaya.
Zat warna alam untuk bahan tekstil
pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti
akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajin-pengrajin batik telah banyak
mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa
diantaranya adalah : daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi
(Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit
(Curcuma), teh (Tea), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal
(Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium
guajava). (Sewan Susanto,1973). Ragam warna didominasi ke arah coklat, namun
bukan berarti tidak ada warna lain. Tergantung produsen dan cara pembuatannya,
warna apa yang akan ditonjolkan. Sebab pada dasarnya ada tumbuhan pewarna alam
yang menghasilkan warna merah, biru, maupun kuning, sehingga dapat dibuat warna
tunggal dan kombinasi dari ketiga warna primer tersebut. Bahan tekstil yang
diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan-bahan yang berasal dari serat alam
contohnya sutera,wol dan kapas (katun). Bahan-bahan dari serat sintetis seperti
polyester , nilon dan lainnya tidak memiliki afinitas atau daya tarik terhadap
zat warna alam sehingga bahan-bahan ini sulit terwarnai dengan zat warna alam.
Bahan dari sutera pada umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap zat
warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas.
Salah satu kendala pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam adalah
ketersediaan variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tidak
siap pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan
larutan pewarna tekstil. Oleh karena itu zat warna alam dianggap kurang praktis
penggunaannya. Namun dibalik kekurangannya tersebut zat warna alam memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai
komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasar global dengan daya tarik
pada karakteristik yang unik, etnik dan
eksklusif. Untuk itu, sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna
alam untuk tekstil maka perlu dilakukan pengembangan zat warna alam dengan
melakukan eksplorasi sumber-sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam
Indonesia yang melimpah. Eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui secara
kualitatif warna yang dihasilkan oleh berbagai tanaman di sekitar kita untuk
pencelupan tekstil. Dengan demikian hasilnya dapat semakin memperkaya jenis –jenis
tanaman sumber pewarna alam sehingga ketersediaan zat warna alam selalu terjaga
dan variasi warna yang dihasilkan semakin beragam. Eksplorasi zat warna alam
ini bisa diawali dari memilih berbagai jenis tanaman yang ada di sekitar kita
baik dari bagian daun, bunga, batang, kulit ataupun akar. Sebagai indikasi
awal, tanaman yang kita pilih sebagai bahan pembuat zat pewarna alam adalah
bagian tanaman – tanaman yang berwarna atau jika bagian tanaman itu digoreskan
ke permukaan putih meninggalkan bekas/goresan yang berwarna. Pembuatan zat
warna alam untuk pewarnaan bahan tekstil dapat dilakukan menggunakan teknologi
dan peralatan sederhana.
Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pewarna kain tenun antara lain jambal (Peltophorum pterocarpum Back.), teh (Camelia sinensis O.K. var. Assamica
( Mast ), temu lawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.), sebagai penghasil warna cokelat. Akar mengkudu (Morinda citrifolia L. )
dan daun teruntum ( Lumnitzeralittorea ) menghasilkan warna merah dan biji
nila ( Indigofera tintectoria ) untuk
warna biru ( Andayani, 2006 ). Menurut Wardah dkk. ( 1999 ), biji biji dari buah pinang ( Areca catechu L. ) yang belum masak dihaluskan
ditambah alkali sehingga menghasilkan warna merah anggur, dapat digunakan untuk
mewarnai katun. Tarum (Marsdenia
tincloria R.Br ) bermanfaat sebagai bahan pewarna biru dapat mewarnai
katun. Apabila benang dicelupkan pada campuran larutan selaput biji kesumba keling (Bixa orellana L.) dengan abu kulit
durian (Durio zibethinus) , larutan
kayu sapan (Caesalpinia) dan tawas maka benang tersebut berwarna
kuning keemasan.ahan tekstil dapat dilakukan menggunakan teknologi
dan peralatan sederhana.
Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pewarna kain tenun antara lain jambal (Peltophorum pterocarpum Back.), teh (Camelia sinensis O.K. var. Assamica ( Mast ), temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), sebagai penghasil warna cokelat. Akar mengkudu (Morinda citrifolia L. ) dan daun teruntum ( Lumnitzeralittorea ) menghasilkan warna merah dan biji nila ( Indigofera tintectoria ) untuk warna biru ( Andayani, 2006 ). Menurut Wardah dkk. ( 1999 ), biji biji dari buah pinang ( Areca catechu L. ) yang belum masak dihaluskan ditambah alkali sehingga menghasilkan warna merah anggur, dapat digunakan untuk mewarnai katun. Tarum (Marsdenia tincloria R.Br ) bermanfaat sebagai bahan pewarna biru dapat mewarnai katun. Apabila benang dicelupkan pada campuran larutan selaput biji kesumba keling (Bixa orellana L.) dengan abu kulit durian (Durio zibethinus) , larutan kayu sapan (Caesalpinia) dan tawas maka benang tersebut berwarna kuning keemasan.
artikel yg menarik. andaikan lebih dirinci lagi seperti, bagian mana dari tumbuhan tsb yg digunakan sbg pewarna alami, proses pembuatan pewarna alaminya dari tumbuhan tertentu, ini akan lebih memudahkan user. terima kasih atas pencerahannya. Salam!
BalasHapusTerimakasih atas sarannya..
BalasHapusoia, proses pembuatannya ada di tulisan saya yang lain setelah tulisan ini..